Pages

Minggu, 15 April 2012

NOVEL "KUE PUTU MANIS"

KUE PUTU MANIS

            Sang pagi telah membuka mata. Dinginnya malam telah usai. Dan aku pun telah terbangun dari tidurku. Bersamaan dengan suara Ibu dari ruang tengah yang telah menyapaku dipagi hari.
“Kok lemas, nduk? kamu sakit?” tanya Ibu pada anak perempuannya yang bernama Erlita.
Lita tak menghiraukan sapaan Ibu. Ia hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Ibu. Sembari ia menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Setelah itu, Lita si gadis cantik berumur 13 tahun itu duduk di ruang tamu, tepatnya di kursi paling dekat dengan jendela yang bertirai hijau muda. Sambil menengok ke luar, seakan-akan mata Lita tertuju pada jalan yang ada di depan rumahnya. Sepertinya ia sedang menunggu seseorang.
            “Pagi Lita, sedang menunggu apa kamu, kok melamun di situ?” tanya Indah kakak perempuannya.
            “Ehemmm ... aku tahu. Pasti kamu sedang menunggu mas Minto si penjual kue putu itu ya?” Sebenarnya sedang menuggu mas Minto atau menunggu kue putunya? Hayooo ...” Ledek Indah pada Lita.
            Lita hanya diam dan cemberut mendengar ejekan dari kakaknya itu. Dan pagi itu, sudah hampir dua jam Lita duduk di kursi itu untuk menunggu mas Minto si penjual kue putu kesukaannya. Lita sangat suka dengan kue putu itu karena menurutnya sangat enak dan manis sekali kue itu. Selain itu, penjualnya yang bernama mas Minto itu orangnya juga sangat ramah. Hampir setiap hari Lita membeli kue putu manis.
            Sambil melamun, bahkan terkadang mengintip lewat kaca jendela apakah mas Minto sudah datang apa belum, membuat hati Lita resah. Tiba-tiba Ibunya memanggilnya,” Lita, kamu ini bocah wedhok sudah siang begini kok belum mandi, belum sarapan juga. Mau kamu apa Lita?” anak perawan kok jam 11.00 siang masih kusut begitu, nongkrong di ruang tamu lagi.”
            Lita tetap diam sambil bertopang dagu.
Ibunya dan kakaknya yang bernama Indah bingung. Mereka sebenarnya tahu kalau Lita sedang menunggu mas Minto penjual kue putu manis favoritnya yang tak kunjung datang. Karena Ibu saking sayangnya dengan Lita, kemudian Ibu menyuruh Indah untuk membelikan kue putu manis di warung Bu Slamet yang terletak di samping rumahnya. Tapi Lita tetap tak mau memakannya. Ia hanya ingin kue putu  manisnya mas Minto.
            “Kue putu dari warung Bu Slamet rasanya kurang manis, ukurannya kecil-kecil dan taburan kelapa parutnya kurang banyak, pokoknya nggak ada yang bisa menandingi kue putu manis buatan mas Minto deh.” Kata Lita sambil bernada manja pada kakaknya.
            “Ya sudah, kalau tidak mau makan kue putu itu. Ibu akan membuatkan kue putu khusus buat kamu Lita”. Kata Ibu bijaksana.
 Sebenarnya Ibu tidak tega melihat Lita terdiam hanya menunggu kue putunya mas Minto yang sering dibelinya setiap hari. Ibu juga tahu, Lita sangat suka dengan kue putu, bahkan kalau sudah membeli kue putu manis buatannya mas Minto, ia bisa menghabiskan antara lima sampai enam potong kue putu. Baru saja Ibu beranjak hendak ke dapur untuk membuatkan kue putu untuk Lita, tiba-tiba terdengar dengung khas penjual kue putu. Lita yakin bahwa itu mas Minto, yang sambil memikul dagangannya si Minto penjual kue putu manis itu pun meneriakkan dagangannya berulang-ulang.
            “Putu ... putu ... kue putu manis, kue putuuuu ....”
Lita langsung keluar rumah dan memanggil mas Minto untuk membeli kue putu manis dagangannya.
            “Mas Minto, beli kue putunya”. Teriak Lita.
Mas Minto langsung menuju ke arah Lita.
            “Eh, neng Lita. Mau beli neng?”
            “Iya mas Lita mau beli”.
            “Berapa? Tanya mas Minto pada Lita
            “Biasa mas, Rp 5000 saja.”
            “Ok, ditunggu ya neng.”
Sambil nunggu kue putu matang, Lita pun berbincang-bincang dengan mas Minto.
            “Tumben mas, jam 12. 00 siang baru nongol. Biasanya jam 08.00 pagi udah keliling. Lita kan jadi nunggu lama banget. Mas kan udah tahu kalau Lita suka banget dengan kue putu manis buatan mas Minto, abis ..., kue putunya empuk sih, manisnya juga pas menurut Lita. Pakai telat segala datangnya.” 
            “Adung neng Lita, maaf mas telat datangnya. Soalnya tadi pagi agak nggak enak badan, jadi berangkatnya ya siang saja.”
            “O, begitu. Memangnya mas Minto sakit apa?” Tanya Lita.
            “Ah, nggak apa-apa kok neng, cuma agak pusing saja kepalanya.” Jawab Minto.
            “Tapi sekarang sudah sembuh kan mas? Jadi besok nggak bakalan telat lagi jualannya.” Tanya Lita pada Mas Minto sambil ketawa kecil dan sambil membayarkan uang Rp 5000 untuk membayar kue putu.
            “Memang sih mas, kalau lagi awal-awal musim hujan seperti ini banyak orang yang terserang penyakit, demam berdarah pun sekarang juga lagi meraja lela. Makanya jaga kesehatan mas.” Kata Lita yang sok menasihati.
Setelah kue putu manisnya matang, Lita segera masuk ruma.
            “Terima kasih mas, lain waktu jangan telat lagi ya datangnya”. He ... he ... he
            “Ternyata beli Rp 5000 saja sudah dapat banyak kuenya”. Gumam Lita.
Indah pun ikut menikmati kue putu manis itu, tapi hanya mencicipi sedikit saja. Menurut Indah kue putu itu terlalu manis. Setelah makan sedikit, Indah langsung berangkat kuliah.
            Karena saking sukanya dengan kue putu dan semua kue itu Lita yang menghabiskannya. Kemudian baru Lita mau mandi, karena sedari pagi ia belum mandi.
            Empat jam sudah berlalu, tiba-tiba perut Lita terasa mual dan ingin muntah. Lita segera ke kamar mandi. Sang Ibu mendapatinya dalam keadaan Lita yang sudah pucat lemas dan akhirnya Lita pingsan. Tidak berlama-lama Ibunya langsung membawa Lita ke rumah sakit swasta dengan mobil. Tak ada yang membantu Ibu membopong Lita yang telah lemas pingsan itu. Karena ayahnya telah meninggal dunia dua tahun yang lalu ketika Lita berumur 11 tahun. Ayahnya meninggal dunia karena penyakit Diabetes Millitus dan karena penyakit jantung yang sudah kronis.
            Setelah sampai di rumah sakit, Lita langsung dirawat di UGD dan ia diinfus. Ibu segera mengabari Indah kalau Lita sakit dan kini dirawat di rumah sakit swasta yang berdekatan dengan kampus Indah. Tak lama kemudian, Indah sampai di rumah sakit itu. Ia langsung memeluk erat tubuh mungil Lita yang masih pingsan. Kemudian, secepatnya mereka berdua menuju ke ruang dokter yang memeriksa Lita tadi. Dokter menjelaskan bahwa Lita terserang Diabetes Millitus dan jantungnya lemah. Jadi Lita kalau merasa capek pasti nafasnya tersengal-sengal.
            Indah dan Ibu sangat terharu mendengar kabar itu. Ternyata penyakit itu menurun dari ayahnya. Dokter menyarankan agar Lita kalau sudah siuman nanti bisa rawat jalan saja, dan saran dokter jangan sampai Lita terlalu capek, serata disarankan agar Lita jangan makan makanan yang manis-manis atau yang terlalu mengandung kadar gula yang sangat tinggi. Hal itu bisa memperparah Diabetes Millitus Lita. Termasuk melarangnya membeli kue putu manis kesukaannya. Jika kambuh, jantung akan berdebar-debar dan tersa sesak nafas.
            Hari berikutnya, Lita siuman dan diperbolehkan pulang ke rumah. Indah sengaja berangkat kuliah agak siangan untuk membujuk Lita agar tidak membeli kue putu manis mas Minto. Awalnya Lita menuruti nasihat Ibu dan kakaknya itu. Tapi setiap pagi secara diam-diam ternyata Lita memesan kue putu manis lewat jendela kamarnya. Hal itu tidak diketahui oleh Ibu dan kakaknya. Sekitar empat hari lamanya ternyata Lita melakukan hal itu. Dan hari kelima, Ibu mendapati wajah Lita yang pucat seperti dulu lagi. Setelah ditanya Ibu, Lita tak menjawab. Tiba-tiba Ia jatuh pingsan lagi. Ibu membopongnya masuk ke kamar Lita. Di sana Ibu menemukan bungkus kue Putu manis.
            “Ternyata selama empat hari ini Lita telah membuhongiku.” Gumam Ibu.
Dua hari Lita tak sadarkan diri.
            Sudah dua hari itu juga Lita tak membeli kue putu manis mas Minto. Mas Minto pun terheran-heran. Dia sempat mendengar kalau Lita sakit. Tapi setiap ia tanya ke orang-orang, jawabnya hanya Lita lagi sakit masuk angin.
            “Bu Indah pamit keluar dulu. Nanti balik lagi.” Pamit Indah pada Ibunya.
            “Mau kemana kamu, nak ?tanya Ibu.
            “Saya harus ke rumah mas Minto, Bu. Menanyakan apa benar dia tak tahu apa-apa tentang penyakit Lita?
            “Ya sudah, cepat sana.” Pinta Ibu pada Indah.
Sesampainya ditempat Minto.dia cerita panjang lebar keadaan Lita yang sebenarnya tapi dengan jujur dal lantang ternyata mas Minto menjawabkalau dia benar tak tahu apa-apa mengenai penyakit yang diderita Lita. Minto juga terkejut mendengar berita Indah itu.
            “Maaf mbak Indah, saya tak tahu kalau neng Lita sakit Diabetus Millitus alias kencing manis. Saya merasa menyesal selama empat hari kemarin saya mengijinkan neng Lita memakan kue putu manis buatan saya.
            “Ya sudah, saya hanya mau memberitahukan hal itu saja pada mas Minto. Dan jika lain waktu Lita adik saya mau beli dagangannya mas. Tolong dinasihati saja. Terserah mas Minto saja bagaimana caranya”.Kata Indah.
            “Kalau begitu, saya pamit mau pulang dulu mas.”
            “Ya, silakan mbak Indah. Hati-hati di jalan. Salam buat neng Lita dan Ibu di rumah. Semoga neng Lita cepat sembuh.
Setelah kepulangan Indah dari rumah Minto. Ternyata dia mendapati bahwa rumah sudah kosong. Kata tetangga, Ibu sedang membawa Lita berobat ke rumah sakit.   Tak lama kemudian, Indah pun menyusul ke rumah sakit. Ternyata, dokter Agung meminta agar Lita dirawat di rumah sakit saja, karena setelah diperiksa, ternyata penyakit jantung Lita kambuh dan penyakit kencing manisnya mulai kronis. Dia butuh perawatan khusus.
            Karena tekanan darahnya semakin tinggi dan kondisinya semakin memburuk, dokter Agung segera meminta para perawat untuk membawa Lita ke ruang ICU. Indah dan Ibu menunggu di luar ruang ICU. Mereka berdua cemas dengan kondisi Lita yang semakin memburuk. Hampir dua jam mereka menunggu di luar ruangan. Dan tak lama kemudian, dokter Agung dan para perawatnya keluar. Hati Ibu semakin deg-degan melihat raut wajah dokter Agung yang mulai tak bersahabat dengan Ibu. Dokter Agung ikut sedih. Ternyata, karena kondisi Lita semakin memburuk jadi nyawanya tak bisa tertolong lagi.
            “Kami mohon maaf, Bu. Karena ini semua sudah kehendak Allah, maka kami tidak dapat menyelamatkan nyawa putri Ibu.” Jelas dokter Agung dengan nada lirih.
            “Ibu menangis histeris. Memorinya kembali teringat pada masa lalu ayahnya yang sebelum meninggal juga mengalami hal yang sama dengan Lita.
Tiba-tiba mas Minto muncul dari belakang. Dia juga sempat mendengar penjelasan dari dokter tentang meninggalnya Lita. Ia pun ikut sedih dan merasa bersalah.
            Setelah selang beberapa hari meninggalnya Lita. Setiap pagi mas Minto masih tetap berjualan kue putu manis. Dan ia selalu berhenti di depan rumah Lita. Ia teringat senyum manis Lita dan teringat pula setiap pagi Lita selalu memanggilnya untuk membeli kue putu manis dagangannya. Bayang-bayang itu tak bisa hilang dari benak mas Minto. Ia tidak akan pernah bertemu dengan Lita si pelanggan kue dagangannya. Namun Indah lah yang menggantikan untuk membeli kue putu manis buatan mas Minto. Mas Minto tetap senang. Selain dagangannya tetap laku, dia juga masih bisa dekat dengan keluarga Lita yang sangat menyukai kue putu manis buatannya yang selalu ia jajakan setiap pagi itu. Dari situlah Minto dapat mengambil hikmah, bahwa Allah lah yang menentukan hidup dan matinya setiap makhluknya. Semua yang ada di dunia ini hanyalah milik Allah semata.

BIOGRAFI PENULIS

            Isya Rahmahwati, lahir di Yogyakarta 16 Agustus 1989. Menyelesaikan studinya SD di Madrasah Ibtidaiyah Negeri II Yogyakarta, SMP Negeri 1 Pleret Bantul Yogyakarta, SMA di Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta II. Saat ini sedang menempuh S1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
            Beberapa karya sastra telah ditulisnya. Diantaranya cerpen, puisi, dan artikel. Beberapa karya sastranya telah dikirimkan di media massa. Kali ini Isya Rahmahwati telah memiliki kesempatan untuk menulis cerpen yang akhirnya selesai juga tepat pada waktunya, dan cerpen tersebut berjudul “ Kue Putu Manis” yang ditulisnya guna memenuhi tugas mata kuliah Penulisan Fiksi. Semua hasil karyanya ditulis berdasarkan inspirasi dan ada pula yang berdasarkan pengalaman pribadi.
            Sebelum kegemarannya menulis timbul, sewaktu duduk di bangku SMA Isya Rahmahwati bergabung di kelompok mading, dan di sanalah ia mendapatkan sedikit ilmu tentang tulis-menulis yang kemudian dikembangkannya melalui menulis puisi, cerpen dan artikel. Judul puisi yang pernah ditulisnya antara lain berjudul Khayalan, Realita Cinta, Langit Jingga dan masih banyak lagi puisi yang lainnya. Sedangkan Cerpen yang pernah ditulisnya diantaranya berjudul Kanangan Lebaran, cerpen yang kedua berjudul Penyesalan Ibu, dan yang ketiga berjudul Kue Putu Manis. Cita-cita Isya Rahmahwati yaitu menjadi pengajar/guru yang teladan yang dapat mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya












CERPEN

“KUE PUTU MANIS”

Dibuat Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester VI Mata Kuliah Penulisan Fiksi
(Dosen Pengampu : Dra. Rina Ratih.S. S. M. Hum)





Oleh
NAMA           : ISYA RAHMAHWATI
NIM                : 07003015
KELAS          : C



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2009



1 komentar:

  1. Salam kenal...
    Saya lagi belajar bikin blog tentang NONTON TV ONLINE
    Akan diajarkan bagaimana script membuat dan memasang konten TV online di suatau blog, website, maupun fan page.
    Terima kasih.

    BalasHapus