Pages

Minggu, 15 April 2012

NOVEL "PENYESALAN IBU"



PENYESALAN IBU

Hari demi hari selalu begini, keluh Sutikno dalam hati. Tiap kali ia datang berkunjung ke rumah Ratini, ibu kandungnya. Memang akhir – akhir ini Ratini sering stres dan sakit–sakitan. Ratini memiliki empat orang anak. Anak pertamanya bernama Suratmi, anak kedua bernama Sutikno, anak ketiga bernama Neni dan anak yang paling bungsu yaitu Karsi.
Enam tahun yang lalu suami Ibu Ratini meninggal dunia saat berusia 77 tahun. Beliau mempercayakan semua harta peninggalannya dikelola oleh istrinya. Dan suaminya berharap istrinya itu kelak dapat membagikan harta warisan itu dengan adil pada anak–anaknya. Harta warisan itu diantaranya delapan hektar sawah, dua buah rumah ukuran sedang yang terletak di sebuah perkampungan, dua hektar kebun singkong dan kurang lebih lima belas ekor ternak ayam kesenangan suaminya.
Sutikno adalah anak laki–Laki satu–satunya dalam keluarga itu. Dan Suratmi adalah kakak Sutikno yang telah menikah dengan Tomo, lelaki asli Jogja yang bekerja di pabrik semen di Cilacap. Dan ia beragama Katolik. Karena menikah dengannya, Suratmi pun berganti agama. Yang awalnya beragama Islam, kini ia beragama Katolik. Peristiwa itu merupakan salah satu awal dari perubahan sikap Ibu yang dulu sangat bijaksana, kini menjadi sering stres, sakit-sakitan dan mudah marah. Sebenarnya dulu Ibu tidak setuju dengan pernikahan mereka. Namun apa boleh buat, karena sudah saking cintanya, dengan terpaksa dan sangat menyesal, akhirnya Ibu menyetujui pernikahan mereka. Mereka hidup bahagia dengan rumah sendiri dari hasil kerja Tomo, dan mereka memiliki empat orang anak. Sedangkan Sutikno, ia juga sudah beristrikan Lasmini. Mereka juga hidup bahagia karena dikaruniai dua orang anak, Nesa dan Hady, yang kini telah tumbuh menjadi remaja yang rajin dan pandai. Sedangkan Neni adalah adik perempuan Suratmi dan Sutikno yang dahulu ia dilahirkan dalam keadaan cacat tubuh, Ia lumpuh hingga saat ini. Dan kini tinggal bersama Ibunya di rumah peninggalan sang ayah. Karsi adalah anak yang terakhir dalam keluarga itu. Ia dilahirkan dengan sempurna. Namun setelah tumbuh dewasa dan ia telah menikah, akhirnya di pernikahannya yang pertama itu gagal. Dan Karsi kemudian menikah lagi dengan orang keturunan cina, yang akhirnya pernikahannya juga gagal lagi. Dan dipernikahannya yang ketiga ini, ia berusaha menjaga hubungan sebaik-baiknya meskipun sudah lama menikah belum juga dikaruniai anak.
Dari keempat bersaudara itu, Karsi sangat dikenal sebagai anak yang sangat bandel, mursal, sering ganti-ganti pasangan, menikah beberapa kali dan ia sangat rakus dan serakah terhadap harta orang tuanya. Ia selalu mengganggu kehidupan kakak-kakaknya dan selalu membuat stres ibunya dengan ulahnya yang selalu menuntut agar semua harta warisan dapat jatuh pada dirinya. Karsi mengancam Ibunya, hingga Ibunya ketakutan dan sering sakit-sakitan.
Suatu hari, ketika Sutikno dan Lasmini, istrinya, berkunjung ke rumah Ibunya, tak disangka ia mendapati tatapan yang kecut. Bahkan matanya tak bersahabat dengan Tikno dan istrinya.
“ Sepertinya ..., Ibu sedang ada masalah, Mas”. Kata Lasmini.
“ Ia, ini mungkin ulah dik Karsi lagi seperti biasanya”. Jawab Tikno dengan berbisik.
  Dengan penuh kesabaran, Lasmini mendekati Ibu. Tapi Ibu tak menggubris sama sekali. Dan tatapan Ibu berpaling pada sebuah taman yang ada di halaman depan rumah.
“ Ini Bu, saya bawakan buah apel untuk ibu, dan ada juga buah melon kesukaan Ibu”. Kata Lasmini dengan halus.
Ibu terdiam dan tanpa kata sedikitpun.
“ Ibu sehat-sehat saja kan ? Tanya Lasmini.
Ibu hanya mengangguk. Beliau tak mau bersuara.
Tikno mulai berbicara pada Ibu dengan nada pelan. “ Bu, semalam mbak Suratmi menelpon saya. Dalam percakapan kami, mbak Suratmi sempat ngomong kalau beberapa hari yang lalu dik Karsi datang ke tempat Ibu dan dia membuat gaduh di rumah ini serta membentak-bentak Ibu agar ibu menyerahkan harta warisan ayah pada dik Karsi semuanya.
Apa benar begitu, Bu ? Tanya Tikno.
Ibu mulai berbicara pelan.
Ya, adikmu semalam ke sini. Dia membuat gaduh, mengamuk, memecahkan kaca almari dan mengancam Ibu. Ibu tak bisa berbuat apa-apa selain takut. Tenaga Ibu mulai melemah dan Ibu kini tinggal pasrah, menangis karena ulah adikmu itu”. Kata Ibu sambil tersedu.
“ Ibu tak mungkin bisa menyerahkan harta warisan ayahmu ini semuanya pada Karsi. Ibu sudah di pesan sama ayahmu agar Ibu bisa adil membagi harta warisan ini”. Tambah Ibu dengan tak kuat menahan sedihnya”.
 “ Bedebah ..., memang Karsi tak bisa dibiarkan seperti ini terus. Ibu masih hidup saja sudah mengungki-ungkit masalah harta warisan. Bagaimana kalau Ibu meninggal nanti ?” Gerutu Sutikno sambil mengepalkan tangan kanannya dan menghantam meja.
Tak lama kemudian, Lasmini berusaha menenteramkan suasana. Ia membuatkan teh hangat lalu disajikan untuk Ibu mertuanya dan untuk Sutikno, suaminya. Setelah suasana agak mereda dan telah mendengar semua cerita Ibu tentang dik Karsi, Tikno berusaha membesarkan hati Ibunya dan ia menyuruh Ibunya untuk beristirahat agar pikirannya tenang. Sambil memapah Ibu yang kian renta, Sutikno dan istrinya juga berpamitan untuk pulang.
Beberapa minggu telah berlalu, keadaan Ibu semakin membaik. Ibu memiliki rencana untuk mengumpulkan anak-anaknya untuk membicarakan harta warisan peninggalan ayahnya. Mengingat Ibu semakin renta dan beliau tak mau pusing-pusing memikirkan hal itu. Dan akhirnya, sebuah musyawarah telah terlaksana di rumah Ibu. Semua anaknya hadir, termasuk Karsi yang datang dengan wajah berseri-seri dan sangat mengharapkan harta tersebut.
Dalam musyawarah itu, Ibu berbicara dan selang beberapa menit Ibu memutuskan untuk memberikan dua hektar kebun singkong untuk Karsi. Semua itu dimaksudkan supaya Karsi tidak berbuat ulah lagi dan selalu menyakiti perasaan Ibu. Semuanya terdiam, namun beda, Karsi tersenyum puas dan merasa ia telah memperoleh sebagian harta warisan itu. Suratmi dan Sutikno juga setuju dengan pendapat Ibu. Mereka sebagai kakak lebih berpengalaman dalam berumah tangga dan bisa berpikir dewasa.
“Yang penting Ibu aman dari ancaman dik Karsi”. Bisik Tikno pada Suratmi. Sedangkan Neni hanya terdiam menyaksikan musyawarah itu karena keterbatasan cacat fisik dan mentalnya. Semuanya bisa memaklumi.
“ Terima kasih, Bu” kata Karsi sambil tertawa girang. Seakan dia puas dengan dua hektar kebun singkong itu.
Musyawarah belum dibubarkan, dan saat itu pula Karsi sempat berbicara lantang pada Ibu hingga Ibu menangis.
Ia berkata,” Bu, saya lihat usia Ibu sudah renta, Ibu semakin tua dan semakin tak berdaya pula. Dan saya yakin, Ibu tak akan mampu merawat dik Neni yang cacat itu. Saya menyarankan supaya Ibu tinggal di panti jompo saja, dan dik Neni dititipkan di panti asuhan. Semua itu akan meringankan beban Ibu. Ibu akan terawat di sana. Saya juga melihat bahwa mas Sutikno dan istrinya juga sibuk kerja. Sedangkan mbak Suratmi dan suaminya juga sibuk kerja. Jadi kalau Ibu ikut dengan mereka pasti akan sangat merepotkan”.
Ibu menangis histeris dan segera mengusir Karsi.
“ Pergi kau dari sini Karsi, Ibu tak ingin melihat mukamu lagi. Dasar anak durhaka, anak tak tahu diuntung. Malah sekarang mau menyia-nyiakan Ibu” Usir Ibu pada Karsi sambil teriak. Sampai para tetangga mendengar teriakan Ibu.
“ Ibu menyesal melahirkan kamu. Ibu yakin, kelak kamu akan masuk neraka”. Tambah Ibu.
“ Kami akan tetap menjaga Ibu sampai kapanpun”. Kata tikno dan Suratmi. Mereka lebih peduli dengan Ibu.
Ibu sempat bertanya pada Suratmi, Sutikno dan Neni. “ Apakan kalian setuju jika Ibu dititipkan di panti jompo ?
Kami tidak tega, Bu.” Kata Tikno mewakili mbak Suratmi dan Neni.
Begini saja Bu, lebih baik Ibu tinggal bersama saya saja. Tetapi nanti kalau saya dan istri saya bekerja, Ibu akan saya titipkan sama mbok Sumi di rumah. Mbok Sumi orangnya sangat baik. Dia sudah hampir sembilan tahun bekerja di rumah saya sejak anak-anak saya masih bayi hingga saat ini. Dan nanti kalau Ibu bosan di rumah saya, ibu bisa minta antar jalan-jalan dengan sopir saya yang sudah saya siapkan untuk Ibu, atau Ibu bisa minta diantar main ke tempat mbak Suratmi. Bukan begitu mbak ? Tanya Tikno pada mbak Suratmi untuk lebih menenangkan hati Ibu. Dan nanti dik Neni bisa memilih akan tinggal bersama keluarga saya atau memilih tinggal dengan keluarga mbak Suratmi. “ Jelas Tikno panjang lebar dan sabar’.
Setelah lama merenung, Ibu akhirnya menerima tawaran Sutikno tadi. Beliau mau tinggal dengan Tikno, dan Neni tinggal dengan Suratmi.
Setelah beberapa hari Ibu tinggal dengan Tikno. Hari kesembilan Tikno dikejutkan oleh Ibu yang tiba-tiba menghilang. Tikno sekeluarga kebingungan dan segera telpon mengabari mbak Suratmi kalau Ibu pergi menghilang. Kamarnya kosong dan semua pakaian di almarinya juga kosong. Keluarga Sutikno dan keluarga Suratmi berpencar untuk mencari keberadaan Ibu. Sudah dua minggu Ibu tak juga ketemu. Mereka semua panik hingga tak bisa tidur. Mereka semua mengkhawatirkan kesehatan Ibu dan fisiknya yang sudah mulai melemah.
Suatu hari, saat Tikno akan berangkat ke kantor, tiba-tiba telpon rumahnya berdering. Dan Tikno segera mengangkat telpon itu.
“ Halo, bisa bicara dengan bapak Sutikno ?”
“ Ya, saya sendiri.”
“ Ini pak, kami dari panti jompo yayasan Tunas Melati. Kami akan memberitahukan bahwa orang tua bapak yang bernama Ibu Ratini kini ada dan tinggal bersama kami di panti ini. Namun kini keadaannya sedang sakit. Dan semalam beliau diperiksakan ke rumah sakit Tiara Pelita oleh pihak panti jompo. Dan sekarang kami mohon kedatangan bapak beserta keluaga untuk menjenguk Ibu. Karena setiap hari Ibu Ratini hanya mengigau terus dan menyebut-nyebut nama Bapak Sutikno “.
“ Baiklah, terimakasih atas informasinya. Kami sekeluarga segera datang ke sana.”
“ Baiklah Pak, kami tunggu kedatangannya.”
Tak lama kemudian, Tikno beserta keluarga dan juga mbak Suratmi dan keluarga datang ke panti jompo yayasan Tunas Melati. Mereka sedih melihat kondisi Ibu yang terbaring sangat lemas sekali. Tikno segera menghampiri Ibu.
“ Ibu, kenapa tiba-tiba Ibu menghilang dari rumah. Saya sudah bilang, kalau Ibu butuh apa-apa bisa minta tolong antar sama sopir saya.” Kata Tikno.
“ Saya sudah tak membutuhkan bantuan kalian, Ibu rasa semakin Ibu tua, Ibu hanya semakin merepotkan anak-anak Ibu. Dan malam itu Ibu tak bisa tidur, kemudian Ibu memutuskan untuk pergi dari rumahmu dan tujuan Ibu hanya ke panti jompo ini” Jawab Ibu”.
 Mereka semua terdiam, emosi Ibu pun semakin memuncak karena tiba-tiba Ibu ingat dengan Karsi. Tikno dan Suratmi membujuk Ibu agar mau pulang ke rumah . Tapi Ibu tetap tidak bisa. Selain beliau sudah kecewa dengan Suratmi yang dulu pernah pindah agama, ditambah lagi dengan Karsi yang selalu membuat Ibu stes, kecewa dan menyesal kemudian Ibu memutuskan untuk tetap di panti jompo itu.
“ Sekarang kalian pergi saja jauh-jauh dari Ibu. Ibu sedang ingin sendiri. Dan jangan sekali-kali bujuk Ibu untuk pulang ke rumah. Ibu sudah merasa senang dan tentram di sini”. Kata Ibu.
Suratmi dan Sutikno sudah tidak bisa apa-apa lagi kalau itu sudah keinginan Ibu dan tak bisa di cegah lagi. Mereka segera pulang dan mereka hanya bisa mendo’akan Ibu agar Ibu sehat selalu.
“ Baiklah, kalau itu permintaan Ibu. Kami mohon pamit dulu. Kami akan sering-sering ke sini menjenguk Ibu. Kami semua tetap sayang dengan Ibu”. Pamit Suratmi pada Ibunya.”
Mereka semua segera pulang. Dan setengah jam dalam perjalanan, tiba-tiba handphone Tikno berdering. Setelah diangkat ternyata telpon dari panti jompo yang mengabarkan kalau Ibu pingsan dan keadaannya tiba-tiba kritis. Mereka semua segera membalik ke panti jompo lagi. Sesampainya di sana ternyata penyakit jantung Ibu kambuh. Ibu hanya bisa berbicara sedikit pada anak-anaknya tanpa dihadiri Karsi si anak durhaka Itu.
“ Tikno, Ratmi, Neni, Tomo, Lasmini anak-anakku dan menantuku serta cucu-cucu semuanya. Eyang minta maaf kalau selama ini eyang banyak salah dengan kalian dan selalu merepotkan kalian. Kini usia eyang tak panjang lagi, Setelah kalian meninggalkan panti ini tadi, tiba-tiba jantung eyang kambuh. Eyang tak bisa berbuat apa-apa lagi.” Kata Bu Ratini dengan suara pelan.
“ Dan kamu Tikno. Kamu anak laki-laki satu-satunya, Ibu percaya sama kamu. Kamu bisa menjaga kakak dan adik-adikmu kelak. Ibu pesan supaya kalau Ibu meninggal, kamu bisa memimpin pembagian harta warisan yang ayah dan Ibumu tinggalkan dengan adil. Dan jangan sampai adikmu Karsi menguasai segalanya. Perlu kalian tahu anak-anakku, Ibu merasa sangat menyesal sekali dengan sikap Karsi. Dengan napas yang tergopoh-gopoh ini Ibu mohon do’a kalian semua dan maafkan semua kesalahan Ibu selama ini”. Pesan Ibu pada semuanya, saat sakaratul maut itu terjadi.
Keadaan di kamar Ibu semakin tegang. Mereka takut akan kondisi Ibu yang semakin buruk, hingga kata-katanya seperti kata-kata orang yang pamitan sebagai firasat bahwa Ibu akan meninggal.
Tiba-tiba Ibu tersedak dan nafasnya mulai tersengal-sengal. Dengan dituntun berbagai dzikir dan ucapan-ucapan kalimat Allah oleh Tikno di dekat telinga Ibu. Dan Ibu mulai bisa mengikuti kata-kata itu, kemudian perlahan Ibu memejamkan mata dan meninggal, pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Ibu Ratini meninggal dunia dengan perasaan sangat menyesal. Dan hanya do’a yang selalu teriring dari anak-anaknya, semua menantunya dan semua cucu-cucunya. Semoga segala amal baik Beliau diterima disisi Allah Subhanahuwata’ala.








BIOGRAFI PENULIS

            Isya Rahmahwati, lahir di Yogyakarta 16 Agustus 1989. Menyelesaikan studinya SD di Madrasah Ibtidaiyah Negeri II Yogyakarta, SMP Negeri 1 Pleret Bantul Yogyakarta, SMA di Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta II. Saat ini sedang menempuh S1 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dan tepatnya semester IV.
            Beberapa karya sastra telah ditulisnya. Diantaranya cerpen, puisi, dan artikel. Beberapa karya sastranya telah dikirimkan di media massa. Kali ini Isya Rahmahwati telah memiliki kesempatan untuk menulis cerpen yang akhirnya selesai juga tepat pada waktunya, dan cerpen tersebut berjudul “ Penyesalan Ibu” yang ditulisnya guna memenuhi tugas mata kuliah Penulisan Fiksi. Semua hasil karyanya ditulis berdasarkan inspirasi dan ada pula yang berdasarkan pengalaman pribadi.
            Sebelum kegemarannya menulis timbul, sewaktu duduk di bangku SMA Isya Rahmahwati bergabung di kelompok mading dan di sanalah ia mendapatkan sedikit ilmu tentang tulis-menulis yang kemudian dikembangkannya melalui menulis puisi, cerpen dan artikel. Judul puisi yang pernah ditulisnya antara lain berjudul Khayalan, Realita Cinta, Langit Jingga dan masih banyak lagi puisi yang lainnya. Sedangkan Cerpen yang pernah ditulisnya diantaranya berjudul Kanangan Lebaran dan cerpen yang kedua berjudul Penyesalan Ibu. Cita-cita Isya Rahmahwati yaitu menjadi pengajar/guru yang teladan yang dapat mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya.










1 komentar:

  1. Merkur 34C | Merkur 34C Review | CASINO
    Merkur 34C, also known as the 34C, is 바카라 사이트 a high-performance double 메리트 카지노 edge safety razor, heavy duty finished in brushed chrome. The handle is approximately Handle height: 2.8 x 4 cmWeight: 1xbet korean 9.61 ounces (120 gr)

    BalasHapus